Sunday, April 15, 2007

Rasisme, Cermin Retak Bangsa Ini

KASUS rasisme yang menimpa Alexander Pulalo saat bermain di Gelora Delta Sidoarjo dan Mandala Krida, sesuguhnya bukan barang baru di pentas sepak bola nasional. Sudah banyak pemain, bahkan pelatih yang pernah mendapat pelecehan karena persoalan warna kulit, bahasa atau bahkan mata yang sipit.
Sayang, kejadian seperti ini hampir tidak mendapat perhatian memadai dari PSSI, pemerintah atau mereka yang memang terlihat di dalam sepak bola. Masyarakat bangsa ini seperti takut mengungkap atau mengadukan pelecehan etnis, warna kulit, karena sudah terlalu lama termakan jargon SARA.
Menghilangkan sifat rasis sepertinya memang bukan pekerjaan mudah. Tak kurang diskusi digelar, bahkan undang-undang pun sudah disebarkan, tapi toh diskriminasi belum juga terhilangkan.
Salah satunya adalah adanya dikotomi adanya pribumi dan non-pribumi. Atau kalau mau ditarik dalam ruang yang lebih sempit dan kasat mata adalah persoalan diskrimanasi untuk orang Indonesia yang disebut China.
Orde baru telah sukses membuat “mereka” pantas dimusuhi. Bahkan, penyebutan istilah China yang dipopulerkan pemerintah Soeharto, sebagai pengganti sebutan Tionghoa di zaman orde lama juga dianggap sebagai bentuk diskriminasi.
Setidaknya, buat generasi pra-orba yang menilai panggilan China sebagai bentuk pelemahan, pendeskriditan, bahkan penghinaan. Dari persoalan ini terlihat betul bagaimana susahnya menghilang rasisme di benak masyrakat. Perbaruan masyarakak belum utuh. Inilah cermin retak bangsa ini yang entah sampai kapan bisa terekatkan.
Seperti dalam sepak bola. Persoalan diskriminasi dan rasisme belum juga terselesaikan. FIFA sebagai badan tertinggi sepak bola dunia tak kurang mengampanyekan program anti-rasis. Tapi, toh masih susah hilang. (rufsindo@plasa.com)

No comments: